Selasa, 16 September 2008

OPERASI LAWAN UDARA OFENSIF


Keberhasilan Wright bersaudara menciptakan sebuah pesawat terbang dan menerbangkannya pada bulan Desember 1903 merupakan titik awal kemampuan manusia untuk menjadikan ruang udara sebagai wahana perang. Mungkin dalam benak Wright bersaudara sendiri tidak pernah terlintas bahwa kelahiran pesawat akan berperan sebagai peralatan perang yang ampuh. Sebab ulasan-ulasan pada berbagai surat kabar yang terbit antara tahun 1903-1905, hanya mengomentari pesawat terbang sebagai, ”the air vehicle as the new transportation system which bring mails and goods to faraway places”.[1] Setelah tahun 1909 para pemikir dan pengamat militer khususnya yang berada di Eropa dan AS, mulai menafsirkan pesawat terbang sebagai senjata yang ampuh yang akan digunakan dalam perang di masa mendatang (the future war).[2] Mereka yakin bahwa senjata baru ini akan berperan sebagai Air Power yang ikut menentukan kalah dan menangnya satu pihak dalam perang.

Menjelang Perang Dunia I, Air Power masih menjadi bagian dari kekuatan darat. Penggunaan Air Power masih sebatas sebagai sarana pengintaian dan pengamatan terhadap meriam darat yang akan digunakan untuk menembakkan sasaran. Perkembangan berikutnya Air Power digunakan untuk membantu operasi darat atau operasi laut yang sedang dilaksanakan.[3] Dengan adanya kemajuan
teknologi yang sangat pesat, kemudian penggunaan Air Power berkembang menjadi peran pengendalian udara (Control of The Air) yang kemudian mendominasi peran
militer. Bahkan sampai dengan berakhirnya Perang Dunia II, hampir semua peran Air Power dinilai sangat menentukan khususnya melalui tindakan pemboman strategis.[4] Konsep pengendalian udara kemudian muncul sebagai kekuatan inti yang terlihat dalam peperangan-peperangan yang terjadi dengan melakukan Offensive Counter Air (OCA) atau lebih dikenal dengan Lawan Udara Ofensif. Operasi Lawan Udara Ofensif pertama dilakukan pada masa Perang Dunia II saat Battle of Britain, kemudian saat Sekutu menyerang Jerman, pendaratan di Normandy hingga pada Perang Teluk I. Sedangkan pelaksanaan penyerangan dilakukan menggunakan pesawat pembom yang dikawal oleh pesawat pemburu.


[1] Basarah, Saleh, Dari Gagasan Menjadi Doktrin, Tinjauan Sejarah Air Power Hingga Perang Dunia II dalam Air Power, Kekuatan Udara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2000, hal.20
[2] Ibid, hal. 21.
[3] Kardi, Koesnadi, Air Power di Indonesia, APCI, September 2003, hal.14.
[4] Ibid, hal. 15.

Tidak ada komentar: